Home / Opini / Tinjauan Praktik Audit syari’ah dalam Pemahaman Tata Kelola di Lembaga Keuangan Syari’ah
IMG-20191026-WA0012

Tinjauan Praktik Audit syari’ah dalam Pemahaman Tata Kelola di Lembaga Keuangan Syari’ah

Oleh : Nida Faradila Mahasiswa STEI SEBI

Salah satu pilar penting dalam pengembangan lembaga keuangan syari’ah (LKS) adalah shariah compliance, pilar inilah yang menjadi pembeda utama antara lembaga keuangan syari’ah dengan lembaga keuangan konvensional. Untuk menjamin teraplikasinya prinsip-prinsip syari’ah di lembaga perbankan dan keuangan syari’ah, diperlukan pengawasan syari’ah atau biasa disebut dengan audit syari’ah.

Audit syari’ah merupakan proses tinjauan, investigasi dan analisis atas kegiatan, tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh sebuah entitas untuk memastikan kepatuhan terhadap syariat islam, dalam usaha untuk memperoleh keuntungan yang halal serta untuk meningkatkan kinerja lembaga keuangan syari’ah. Proses tersebut dilakukan oleh pengawas syari’ah dengan menggunakan alat dan pendekatan yang tepat dalam mendeteksi kesalahan, memberikan solusi terhadap pelanggaran-pelanggaran, dan menyampaikan laporan kepada pihak-pihak terkait termasuk opini, keputusan, rekomendasi dan arahan agar menghasilkan keuntungan yang halal serta perbaikan minerja di masa depan.

Pentingnya keberadaan audit syari’ah adalah untuk membantu LKS dalam menjalankan bisnis agar sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, meningkatkan kepercayaan stakeholder, menjamin kehahalan atas keuntungan yang dihasilkan, serta sebagai komitmen LKS dalam melakukan bisnis yang syari’ah.
Berdasarkan hal tersebut maka dibentuk beberapa lembaga yang berfungsi sebagai penasihat dan pengawas syari’ah untuk memastikan bahwa operasional yang dijalankna oleh LKS tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah, antara lain : Shari’ah Advisory Council (SAC), Shari’ah Supervisor Board (SSB) atau Shari’ah supervisory Committee (SSC). Secara internasional, Accounting and Auditing Organizationas of Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan Islamic Financial Services Board (IFSB) telah mengeluarkan sejumlah standard an pedoman tata kelola berkaitan dengan jasa keuangan islam.

Dalam perspektif islam, auditor tidak hanya bertanggungjawab kepada stakeholder tetapi yang terpenting adalah bagaimana ia mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah SWT sebagai pemberi amanah tersebut. Jika kita pahami lebih dalam hakikat sebenarnya yang memiliki peran utama dalam proses audit tersebut adalah individu masing-masing manusia. Dimana ketika setiap jiwa percaya bahwa semua tindakan dan pikiran seseorang selalu diawasi oleh Allah, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi kecurangan, penipuan dan sebagainya, sehingga peran auditor tidak lagi diperlukan.

Di Indonesia proses audit syari’ah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS akan menunjukkan hasil auditnya dengan memberikan opini apakah LKS yang diaudit dinyatakana shariah compliance atau tidak. Idelanya seorang auditor syari’ah yang kompeten harus menguasai pengetahuan yang baik dalam akuntansi dan syariat untuk dapat memahami serta mengaudit LKS. Namun dalam praktiknya, bukti empiris menunjukkan bahwa mayoritas auditor syari’ah di LKS kurang berpengalaman dan tidak memiliki kualifikasi professional yang baik. Mereka yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syariat dan sebaliknya. Mengingat pentingnya peran auditor syari’ah terhadap peningkatan integritas perusahaan maka hendaknya auditor syari’ah lebih aktif untuk meningkatkan skill akuntansi/keuangan, ekonomi maupun pengetahuan di bidang syariat/hukum.

BACA JUGA   Urgensi Revisi UU KPK, Investasi atau Kuatnya Oligarki

Dinegara tetangga tepatnya di Malaysia serupa perkembangan dalam hal industri lembaga keuangan syari’ah, bahkan selangkah lebih maju dari Indonesia. Malaysia menetapkan kepatuhan syari’ah lembaga keuangannya oleh dua lapis pengaman kesyariahan yaitu dengan dewan pengawas syari’ah dan auditor internal, hal ini tertuang dalam kerangka kerja pemerintahan syariah dan lembaga keuangan islam shariah governance framework (SGF) yang dikeluarkan oleh bank sentral Malaysia (BNM) pada tahun 2010, pedoman ini menekankan bahwa audit syari’ah dilakukan oleh auditor internal lembaga keuangan syari’ah dan auditor internal harus berkompeten dalam hal pengetahuan dan pemahaman syariah.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Y. Yazkhiruni, 2018) dalam penelitiannya mereka mengukur sejauh mana praktik audit syari’ah di lembaga keuangan syari’ah Negara Malaysia dengan melalui 15 wawancara semi-terstruktur yang dilakukan kepada kepala audit internal, manajer departemen audit internal, komite syari’ah, auditor eksternal dan akademisi. Tujuan keseluruhan dari wawancara tersebut adalah untuk penyelidikan praktik audit syari’ah yang sebenernya terjadi dan untuk memperoleh tingkat pemahaman dan pengetahuan dari mereka yang terlibat dalam audit syari’ah.

Adapun hasil penelitiannya menunjukan bahwa praktik audit syari’ah di institusi keuangan syari’ah di Malaysian ini masih berupaya membangun kerangka kerja dan program audit syari’ah yang efektif, institusi keuangan syari’ah masih bergantung pada framework audit konvensional, untuk tujuan audit meskipun adanya kewajiban untuk memenuhi peraturan syari’ah. Pada umumnya juga auditor internal di lembaga keuangan syari’ah Negara Malaysia adalah ahli dalam akuntansi dan audit konvensional, tetapi masih kurang dalam pengetahuan perbankan dan keuangan syari’ah. Studinya juga menemukan bahwa praktik audit syari’ah memiliki banyak ruang untuk perbaikan dalam berbagai aspek seperti : meningkatkan pemahaman di kalangan auditor internal, penerapan proses dan manual audit syari’ah, pemenuhan sumber daya, peran komite syari’ah, persyaratan keahlian dan dukungan dari manajemen.

Referensi
Y. Yazkhiruni, M. N. (2018). A Review of Shariah Auditing Practices in Ensuring Governance in Islamic Financial Institution (IFIs)- A Preliminary Study. Advances in Social Research Journal, 196-210.

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *