Kota Tasikmalaya, tasikzone.com – Kementerian Perindustrian gencar meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaku industri fesyen, khususnya para perajin batik, di tengah maraknya produk fesyen impor dan batik printing yang dijual dengan harga murah.
Industri batik dalam negeri juga harus terus beradaptasi untuk dapat menguasai pasar dalam negeri maupun mancanegara, khususnya pada segmen pasar anak muda seperti generasi millenial dan generasi Z yang memiliki karakteristik dan kebutuhan yang beragam.
Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik.
“Pelaku IKM batik harus semakin adaptif tanpa mengesampingkan pakem sejarah pembuatannya dan dampak yang ditimbulkan. Oleh sebab itu, ini saatnya kita terus memaksimalkan penggunaan pewarna alam yang dapat memberikan nilai tambah pada batik, sekaligus untuk menekan kerusakan lingkungan,” ungkap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Reni Yanita, di Tasikmalaya, Sabtu (13/7/2024).
Ditjen IKMA tak henti mendorong para pelaku IKM fesyen, termasuk IKM batik untuk mulai beralih ke konsep fesyen yang inklusif dan berkelanjutan (sustainable fashion). Konsep ini, lanjut Reni, mengedepankan nilai-nilai dari seluruh aspek atau pihak yang terlibat dalam industri tersebut, baik aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Reni menekankan, dengan mengedepankan konsep berkelanjutan tersebut, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah.
“Konsep sustainable fashion ini memberikan dampak positif sebanyak mungkin dan menekan kerugian dari seluruh pihak seminimal mungkin. Ini juga memberikan nilai tambah dan citra produk seiring dengan meningkatnya green lifestyle dan green consumerism,” ucap Reni.
Dirjen IKMA juga mengungkapkan bahwa perkembangan gaya hidup sehat dan tren penggunaan produk yang ramah lingkungan semakin digandrungi oleh para generasi muda, khususnya generasi millenial dan generasi Z.
“Berbagai gaya hidup sehat, aktifitas olahraga, dan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan telah menjadi budaya generasi muda yang juga harus diperhatikan oleh para pelaku industri,” timpal Reni.
Dalam konteks industri batik, konsep ini bisa diaplikasikan di berbagai rantai pasok, misalnya di sektor produksi (hulu) yaitu dengan menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Sementara di sektor hilir, yaitu dengan memanfaatkan limbah sisa produksi fesyen.
“Kami terus mengenalkan tentang industri batik yang ramah lingkungan kepada IKM batik binaan Ditjen IKMA, di mana limbah padat dan cair dari industri pakaian dan tekstil dapat ditekan,” kata Dirjen IKMA.
Untuk itu, pada 13-17 Juli 2024, Ditjen IKMA menggelar Program Pendampingan Teknis Produksi Pewarnaan Alam di Sentra IKM Batik Tasikmalaya, tepatnya di Gedung Pusat Pengembangan Industri Kerajinan Kota Tasikmalaya.
Sebanyak 25 peserta perajin batik diberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik pewarnaan alam, sekaligus cara pemasaran batik.
Reni menuturkan, “IKM harus mengenal bahwa zat kimia yang selama ini mereka pakai dapat menghasilkan limbah yang harus diolah ulang dengan biaya tinggi. Maka dari itu, kami perkenalkan dengan zat warna alam misalnya dari daun atau kulit pohon jati, daun indigo, kulit pohon mangga, dan sebagainya”.
Menurut Reni, penggunaan warna alam dalam industri batik memang membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang. Hal terpenting dalam penggunaan zat warna alam ini, tambah Reni, yaitu adanya pencatatan hasil warna yang dihasilkan dari komposisi bahan baku yang tepat.
“Inilah tantangannya, bagaimana kita bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam,” tegas Reni.
Selain itu, Reni juga menekankan pentingnya pengetahuan perajin IKM dalam mengkomunikasikan cara perawatan batik warna alam agar tak mudah luntur dan tahan lama. Ditjen IKMA juga terus memberikan pendampingan agar IKM mulai mampu mengolah limbah yang dihasilkan dari proses pembatikan, baik dari limbah lilin atau pewarna.
Direktur Industri Aneka dan IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan Alexandra Arri Cahyani mengungkapkan, selain pengenalan pewarna alam, para peserta pelatihan juga diberikan materi terkait permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat, cara pembuatan Nomor Induk Berusaha, dan potensi diversifikasi produk.
Dalam kegiatan ini, Ditjen IKMA bersinergi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, Diinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kab. Tasikmalaya, Yayasan Batik Indonesia, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Ditjen IKMA juga memberikan fasilitasi mesin peralatan yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok perajin di Sentra IKM Batik Kota Tasik, yaitu berupa peralatan pembuatan pasta warna alam dan kompor batik listrik,” kata Alexandra.
Dalam kunjungan kerjanya ke Kota Tasikmalaya, Dirjen IKMA juga mengunjungi showroom batik, IKM produsen fesyen bordir, produsen tas, serta pusat oleh-oleh makanan khas Tasik.
Tak hanya itu, Ditjen IKMA turut menghadiri undangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam rangka Gebyar Bangga Buatan Indonesia yang menampilkan 40 IKM binaan, sekaligus mensosialisasikan pentingnya pemanfaatan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). (Rian)