Kota Tasikmalaya, tasikzone.com-Isu pandemik covid-19 mempunyai ketertarikan sendiri untuk dikupas dan dikaji dari berbagai
perspektif, termasuk salah satunya dari perspektif kebijakan fiskal dan moneter. Hal tersebut
yang melatarbelakangi Program studi kewirausahaan UPI Tasikmalaya melalui eksposur dari
Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro yang digagas oleh dosen pengampunya Mir a
Nurfitriya, S.Pd., M.Sc. Yang berinisiatif mengadakan webinar secara khusus untuk mengupas
Kondisi fiskal dan moneter Indonesia di masa pandemic ini, lalu peluang apa yang bisa
digunakan dari kedua perspektif tersebut.
Kegiatan ini selain diikuti oleh mahasiswa sebagai pemenuhan perkuliahan, juga diikuti oleh
beberapa dosen dari beberapa universitas serta beberapa praktisi ekonomi.
Dalam webinar ini, menghadirkan dua pemateri yang mempunyai latarbelakang keahlian
di bidang ini, yaitu Feryanto, SP., M.Si, seorang dosen dari IPB University dan juga Dewi
Regina, S.E.,M.Sc. Yang juga seorang dosen di UniversitasMultimedia Nusantara.
Mira sebagai moderator dalam webinar ini mengatakan bahwa dengan adanya penyampaian
materi dalam kegiatan ini diharapkan dapat membuka wawasan lebih jauh mengenai kondisi
perekonomian makro negara kita, khususnya dari sisi fiskal dan moneter.
“Lalu solusi seperti
apa yang bisa ditawarkan dari kedua perspektif tersebut. Webinar ini juga diharapkan bisa
menjembatani teori yang telah dipelajari oleh mahasiswa dengan kondisi real yang terjadi
saat ini sebagaimana yang disampaikan oleh kedua pemateri tersebut” ungkapnya melalui siaran pers.
Memasuki penyampaian materi, Dewi mengupas kondisi perekonomian Indonesia dari perspektif
fiskal berpendapat bahwa saat ini bongkar pasang kebijakan sedang berlangsung secara global,
dimana praktik kebijakan terbaik akan diikuti oleh negara lainnya.
“Dari sisi fiskal sendiri untuk
mencegah perlambatan aktvitas ekonomi sebagai akibat dari pandemik covid-19 ini, ditawarkan
beberapa solusi, diantaranyaa dengan memberikan beberapa stimulus seperti insentif perpajakan
untuk dunia usaha seperti sector manufaktur, pengelolaan utang luar negeri pemerintah yang
diprioritaskan untuk sektor jasa Kesehatan dan memberikan stimulus berupa bantuan sosial yang
sudah dilakukan oleh beberapa negara yang lain. Jika keadaan seperti saat ini terus-menerus
dibiarkan, maka ancaman hyperinflation atau big inflation itu sudah dipastikan akan terjadi.” paparnya
Sedangkan dari perspektif moneter, Feryanto berpendapat bahwa pandemic covid-19
menyebabkan krisis Kesehatan dan berpotensi memunculkan krisis ekonomi. Krisis yang terjadi saat
ini berbeda dengan krisis-krisis yang terjadi sebelumnya, krisis saat ini terjadi bersamaan
(Kesehatan dan ekonomi), disamping harga minyak anjlok ke posisi terendah sepanjang sejarah.
“Dampak terhadap ekonomi makro Indonesia pun sangat dalam dan berat jika mitigasi tidak
dilakukan. Menurut beberapa kajian dan penelitian, 40 persen masyarakat golongan menengah
kebawah adalah yang mengalami dampak terbesar dari adanya pandemik covid-19 ini. Hal ini sudah
dapat dipastikan akan menambah jumlah masyarakat miskin baru di negara kita. Dari perspektif
moneter sendiri sebenarnya sudah dilakukan upaya oleh Bank Indonesia sebagai respons dari
kondisi saat ini, yaitu dengan melakukan kebijakan bauran moneter, menurunkan tingkat suku
bunga, intervensi pasar, relaksasi kredit, dan pembelian surat utang negara.” tutur Fery
Menurut Fery ada
solusi lain yang bisa ditawarkan jika kita melihat kembali potensi yang negara kita miliki sebagai
negara agraris, yaitu dengan meningkatkan ekspor pertanian, terutama ke negara-negara yang
masih membuka akses pasarnya. Karena menurut beliau industri dengan bahan baku impor akan
sangat rugi dalam kondisi saat ini,
“maka dari itu ini adalah momentum untuk negara kita untuk
mengembangkan ekspor di bidang pertanian. Saat ini, sektor yang berkembang dan tumbuh di IT
(pemanfaatan aktivitas secara virtual/online) perubahan perilaku masyarakat dalam berkativitas
(bekerja, belajar dan lainnya), dan Industri bidang kesehatan.” jelasnya.
Namun kedua pemateri ini menekankan, bahwa kedua perspektif baik fiskal ataupun moneter tidak bisa berjalan dengan sendirinya, harus tetap dikawal dan didukung oleh masyarakat, para pelaku usaha dan pemerintah sendiri agar tercipta kebijakan yang tepat guna.
Penyampaian kedua pemateri ini mendapatkan banyak apresiasi baik dari mahasiswa sendiri, maupun dari para dosen dan praktisi yang berpatisipasi dalam acara tersebut.(rls/ibye)