Home / Berita Pangandaran / Pangandaran Dilanda Krisis Keuangan: Utang Menumpuk, Gaji Terancam
IMG-20241223-WA0019

Pangandaran Dilanda Krisis Keuangan: Utang Menumpuk, Gaji Terancam

23 Desember 2024
Jurnalis : Hendris A. Andriyana, SE

Pangandaran, Tasikzone.com – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran alami defisit capai 350 Miliar lebih.

Tentu ketika fiskal keuangan daerah krodit seperti ini, sangat berpengaruh dan berdampak buruk kepada sektor terlebih pada pembayaran gaji tunjangan para Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga honorer, perangkat desa dan belanja rutin dimasing – masing SKPD.

Meningkatnya defisit anggaran setiap tahunnya dipengaruhi hutang yang belum bisa dilunasi secara keseluruhan. Bahkan tunggakan – tunggakan hutang kerap melintas setiap tahunnya.

Menyoal terjadinya defisit hal ini bisa diilustrasikan adanya tuberlensi goncangan selama penerbangan.

Turbulensi yang terjadi dapat menyebabkan perubahan ketinggian secara tiba-tiba, gaya angkat pada pesawat berkurang dengan cepat, bisa saja pesawat tiba – tiba jatuh secara mendadak. 

Karena defisit dalam setiap tahunnya terlalu banyak hutang dan menyebrang dari tahun sejak 2018 hingga 2024, tentu menjadi perhatian serius khususnya bagi para anggota legislatif dalam pengawasan penggunaan anggaran.

Sisa Tunjangan ASN, Honorer, Perangkat Desa Belum Dibayar

Pemerintah Daerah belum mampu bayar tunjangan karena anggaran tidak ada, hal ini diperparah belum adanya keterangan resmi dari pihak BKAD ataupun dari Bupati.

Diperparah ketika dibeberapa kantor kecamatan belum mampu bayar abodemen listrik, air, wifi sehingga merogoh kocek uang pribadi, ini semua menjadi tanggung jawab para camat.

Dana tunjangan yang seyogianya dipersiapkan untuk kebutuhan keluarga mereka, namun mereka tetap bersabar, kalaupun bersuara mereka takut akan jabatan yang diembannya atau bisa saja diberhentukan.

Yang menjadi pertanyaan apakah di tahun 2025 mendatang tunjangan bisa dianggarkan kembali atau tidak ? …
Jika sisa tunjangan dianggap sebagai utang yang harus dibayar tahun depan, kalaupun adanya regulasi lain maka ini perlu ditinjau kembali dampak spikologisnya.

Kewajiban Bayar Hutang Jangka Pendek ke Bank BJB

Jelang akhir pinjaman hutang daerah jangka pendek bulan Desember 2024 sebesar Rp 150 miliar.

Perihal pelunasan pembayaran hutang jangka pendek tersebut, apakah bisa diselesaikan diakhir tahun ataukah tidak, karena melihat kondisi keuangan sedang tidak baik – baik saja.

Bisa saja gagal bayar dan hal yang paling dikhawatirkan bagi masyarakat adalah ketika gagal bayar maka mau tidak mau yang namanya lembaga keuangan, bisa saja menyita aset pemerintah daerah.

Mau tidak mau, ini kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melunasi hutang jangka pendek tersebut.

Maka kami selaku warga Pangandaran yang peduli Pangandaran akan selalu mengawasi kebijakan – kebijakan pemerintah dalam hal apapun terlebih dalam penggunaan anggaran.

Menyimak pernyataan Bupati ketika selesai debat pertama didepan awak media menyampaikan bahwa hutang wajib harus segera diselesai sebesar 223 miliar dan hutang jangka pendek 150 miliar ke Bank BJB pada tahun ini.

Maka jika berhutang kembali melalui skema jangka pendek sebesar 150 miliar ini tidak akan tertutup yang akhirnya anggaran seperti DAK, DAU, BANPROV, DBHCT, Insentif Fiskal, dipakai menutupi kewajiban hutang 223 miliar, sedangkan PAD selama ini rata – rata 240 sampai dengan 250 miliar per tahun.

Sementara skema pinjaman melalui portifolio yang diajukan pemda ditolak oleh kementerian dalam negeri (Kemendagri) kementerian keuangan (Kemenkeu RI) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Artinya kami dari selaku warga masyarakat Kabupaten Pangandaran dengan menyurati hingga 31 kali ke Presiden Jokowi sangat mendapat perhatian serius dan hari ini Pemerintah Pusat melihat tentang bobrok dan carut marutnya birokrasi tata kelola penelolaan keuangan daerah, hal ini terbukti Laporan BPK RI TA 2022 dan 2023 bahwa Pemda menghiraukan rekomendasi arahan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

BACA JUGA   DPRD Pangandaran Terima Audiens Koni Pangandaran

“Pertanyaannya, apakah hutang – hutang tersebut bisa terbayarkan dijelang masa berakhir jabatannya ataukah menyisakan beban hutang kepada Bupati terpilih ?”.

DPRD Pangandaran Menyetujui Pinjaman Hutang Jangka Menengah

Secara mekanisme tentu harus ada persejuan dari DPRD, dan beberapa waktu lalu DPRD telah menggelar penetapan persetujuan DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Menelaah kebelakang awal hutang Pemda Pangandaran menurut data BPK RI Tahun Anggaran 2023 sebesar 411 miliar, sementara hutang jangka pendek Tahun Anggaran 2024 sebesar 150 miliar, dan tambahan hutang 5 miliar untuk kegiatan pemda ditahun berjalan sekarang 2024.

Untuk pengajuan di tahun anggaran 2025 diajukan sebesar Rp 300 Miliar dengan skema jangka menengah 5 tahun, yang dibayarkan setiap tahunnya Rp 65 miliar, artinya kalau dikalikan selama 5 tahun sebesar Rp 325 Miliar,

Menelaah persoalan pelik tentang kroditnya kondisi keuangan daerah yang sedang tidak baik – baik saja, maka perlunya menyikapi perihal tersebut dengan tetap menolak pengajuan pinjaman daerah.

Dalil Pemda pinjaman rutin sebesar 150 miliar melalui skema jangka pendek yang nantinya ditahun 2025 dilakukan melalui skema jangka menengah dengan top up menjadi 300 miliar, maka kami tetap menolak, karena kami tetap mempertanyakan dan mempersoalkan, antara lain :

1. Apakah mau meminjam hutang sebesar Rp 300 miliar secara langsung lalu dipotong oleh hutang yang rutin biasa dilakukan meminjam ke Bank BJB sebesar 150 miliar melalui skema jangka pendek atau mekanismenya meminjam 150 miliar dan menambahkan 150 miliar menjadi hutang jangka menengah selama 5 tahun ?

2. Kenapa tata kelola keuangan sampai hancur seperti ini ?

3. Siapa yang bertanggungjawab ?

4. Kemana aliaran dana tersebut ?

5. Kenapa rakyat yang dalam posisi sulitnya ekonomi harus menanggung beban yang begitu besar ?

6. Apa maksud dari kebijakan yang terkesan pemaksaan padahal pada saat itu Covid-19 harusnya refocusing seyogianya dilakukan, tetapi ini sebaliknya membekak pada tahun 2020 kenaikan hutang sampai Rp 175 miliar lebih, apalagi pada 2020 anggaran hibah itu paling besar selama kurun waktu Bupati menjabat ?

7. Kemana anggaran hibah yang begitu besar tersebut ?

Pemerintah Daerah dan Pemangku kebijakan harus bisa menjelaskan ke publik secara gamblang dan sejelas – jelasnya dan memaparkan hasil penggunaan anggaran selama 2018 sampai 2024.

Kami tetap tegas menolak hutang pinjaman daerah tersebut, ada kegiatan atau tidak tetap menolak, karena sampai hari ini sangat berdampak kepada tenaga honorer, perangkat desa, linmas, RT, RW, Kader PKK. (***)

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *