Home / Opini / Menjadi Orang Sunda yang Nyunda !
Menjadi Orang Sunda yang Nyunda !

Menjadi Orang Sunda yang Nyunda !

Oleh Rifyal Luthfi MR.

Secara antropologi budaya Suku Sunda adalah orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu bahasa Sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari dan berasal serta bertempat tinggal di Jawa Barat (Tanah Pasundan).

Ciri kepribadian orang Sunda adalah sangat mencintai dan menghayati kesenian, manusia yang optimis, suka dan mudah gembira, watak terbuka dan bersifat terlalu perasa.

Bahkan dalam konsep elmu pada tradisi kesundaan tidak hanya berkutat sebatas nalar (kecerdasan akal, kapinteran), namun juga pada saat yang sama berkelindan dengan kecakapan emosional bahkan juga spiritual. Dalam bahasa yang lebih populer terangkum dalam ungkapan nyunda, nyantri, nyakola, dan nyantika.

Suku Sunda juga memperhitungkan dan mengakui kekerabatan bilateral, baik dari garis bapak maupun ibu. Sistem keluarga dalam Suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, Ayah yang bertindak sebagai Kepala Keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan Suku Sunda.

Suku Sunda dikenal adanya pancakaki, yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan. Seperti: pertama, saudara yang berhubungan langsung ke bawah, yaitu anak, incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur.

Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya.

Hubungan seseorang dengan orang lain dalam lingkungan kerabat atau keluarga dalam Suku Sunda menempati kedudukan yang sangat penting. Hal itu bukan hanya tercermin dari adanya istilah atau sebutan bagi setiap tingkat hubungan yang langsung dan vertikal (bao, buyut, aki, bapa, anak, incu) maupun yang tidak langsung dan horisontal (dulur, dulur misan, besan), Bapa/indung, aki/nini, buyut, bao menempati kedudukan lebih tinggi dalam struktur hubungan kekerabatan (pancakaki) daripada anak, incu, alo, suan. Begitu pula lanceuk (kakak) lebih tinggi dari adi (adik), ua lebih tinggi dari paman/bibi.

Hubungan kekerabatan seseorang dengan orang lain akan menentukan kedudukan seseorang dalam struktur kekerabatan keluarga besarnya, menentukan bentuk hormat menghormati, harga menghargai, kerjasama, dan saling menolong di antara sesamanya, serta menentukan kemungkinan terjadi tidaknya pernikahan di antara anggota-anggotanya guna membentuk keluarga inti baru

Sebagai orang sunda juga pasti akan menjadi bagian sejarah di masa yang akan datang. Saat generasi telah berganti; saat jatah hidup dimakan usia, saat umur berlalu mengiringi waktu, saat jarak terpaut begitu jauh dengan masa kehidupan saat ini. Saat itulah generasi baru akan bercerita tentang kakeknya (Akinya), Ibunya (indungna), pamannya (emangna), bapaknya atau seseorang yang mungkin itu saya, anda atau kita yang pernah diceritakan orang kepadanya di tanah pasundan ini.

“Dan begitulah masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)” (Q.S. Ali Imran: 140)

BACA JUGA   Bolehkah Calon Politik Berkampanye di Tempat Pendidikan? Analisis Perspektif Hukum dan Etika

Bagi orang Sunda merancang sejarah diri sebaiknya-baiknya adalah sebuah keniscayaan. Apa yang kita inginkan menjadi citra diri yang baik dimasa yang akan datang. Melestarikan budaya Sunda itu bagian dari ikhtiar kita untuk mempertahankan eksistensi budaya, terutama moralitas etika dan estetika kesundaan di Tanah Pasundan ini

Saya teringat sebuah nasihat; ”Ukirlah kenangan indah, lukislah sejarah mulia, dan jalanilah hidup dengan cara terbaik. Bagaimana engkau menjalani hidup, begitu pulalah kesan orang-orang disaat kematianmu”.

Bagi orang sunda yang mempunyai keunggulan, itu adalah suatu keutamaan, artinya janganlah mengikuti apa-apa yang kita tidak pernah tahu arah dan tujuannya, namun ikutilah jalan menuju rahmat Allah swt, maka pergunakanlah identitas kesundaan ini sebagai sebuah bekal untuk bersinergi dengan makhluk di muka bumi ini agar merasa nyaman dengan kehadiran kita, merasa adil dengan kepemimpinan kita, merasa terlindungi dan bangga atas rasa kasih sayang dan cinta kita kepada mereka.

Pokok yang paling utama bagi orang sunda adalah tetaplah bermental Sunda, yakni orang Sunda yang nyunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter/kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas).

Karakter cageur dalam arti kata sehat, baik sehat jasmani maupun rohani. Berbagai upaya yang mesti dilakukan agar kita tetap sehat menurut para pakar kesehatan, antara lain, dengan mengonsumsi gizi yang yang cukup, olahraga cukup, jiwa tenang, serta menjauhkan diri dari berbagai pengaruh yang dapat menjadikannya terjangkit penyakit, termasuk penyakit hati.

Karakter bageur (baik) saling melengkapi satu sama lain seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Artinya kebaikan itu terlihat dari bagaimana seseorang bermanfaat bagi orang lain serta tidak menimbulkan kegaduhan, dan kechaosan atau kekacauan. Dan karakter bener (benar), yakni meyakini bahwa kebenaran datang dari Allah serta memahami dan mengimplementasikan suatu tidakan yang menghasilkan kebaikan-kebaikan sesuai dengan konsep islam.

Karakter singer (mawas diri), yakni instrosfeksi diri bahwa saya siapa, dari mana, harus berbuat apa, dan nanti akan kemana? Itulah kira-kira yang menjadi pertanyaan buat kita bahwa kita manusia yang diperintah beribadah, diciptakan dari air yang hina, kemudian akan kembali lagi kepada Yang Mempunyai dan Menguasai Jagat Raya Ini. Sudah siapkah kita?

Selanjutnya adalah karakter Pinter (cerdas), konsep cerdas dalam pandangan islam yakni, cerdas membaca ayat qauliyah dan cerdas membaca ayat qauniyah (alam), bertafakur, bertadabur dan bersyukur atas ciptaan-Nya.

Itulah sebagian karakter Suku Sunda yang senantiasa harus kita lestarikan dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang yang hidup di tatar sunda (tanah Pasundan), sehingga insyaallah kan menjadikan tanah pasundan ini menjadi tanah yang “baldatun thoyyibatun warobbun ghofur…”

Hasbunallah Wani`mal wakil.

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *