Oleh Rifyal Luthfi MR.
Berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan justru hanya akan membuat hati kita menjadi semakin tidak pernah tenang. Sulit untuk bersyukur, selalu dan selalu merasa kekurangan. Jika sudah berhasil mencapai sesuatu yang diinginkan, kita akan terus-menerus mencari dan mencapai hal lain untuk memuaskan hati. Padahal, kesempurnaan bukanlah merupakan sebuah jawaban yang tepat, jika kita ingin hidup bahagia. Lebih baik menerima dan mensyukuri dengan semua kekurangan yang ada dan berterima kasih pada diri sendiri karena sudah manpu bertahan hingga saat ini.
Sebenarnya, sempurna dan ketidaksempurnaan hanyalah sebuah ilusi yang kita buat berdasarkan kriteria sendiri. Sehingga terkadang, rasa terima kasih pada diri dan senantiasa bersyukurlah yang akan membuat hati tenang menjadi terlupakan. Maka dari itu, terimalah kekurangan diri dan lengkapilah dengan kelebihan yang kita miliki.
Kita sering lupa dan khilaf bahwa terlalu mengejar kesempurnaan hanya membuat kita menjauh dari kesempurnaan itu sendiri. Seringkali manusia terobsesi dengan kesempurnaan. Padahal ketidaksempurnaan adalah guru sekaligus sahabat yang teramat baik. Justru dengan ketidaksempurnaan itu, kita bisa menumbuhkan kesadaran bahwa kita membutuhkan orang lain untuk saling melengkapi dan menyempurnakan diru. Sehingga mampu dan ikhlas menghargai mereka yang berada di sekitar kita.
Dengan ketidaksempurnaan yang kita miliki, justru kita akan sempurna menjadi manusia. Manusia yang utuh, sempurna dan paripurna. Terlebih jika untuk mendapatkan kesempurnaan itu, ada banyak hal berharga yang harus kita korbankan. Teman, keluarga, pencapaian kita sebelumnya, dan kepercayaan orang pada diri kita.
Menjadi sempurna itu baik, tetapi lebih sempurna untuk terus menjadi manusia yang lebih baik lagi, dari hari demi hari. Marilah kita menjadi manusia yang sempurna dengan menyadari ketidaksempurnaan yanga ada pada diri kita.
Menyadari bahwa hidup kita tidaklah sempurna, maka hal itu akan mengajarkan, bahwa hidup kita adalah sebuah proses, yakni dari yang tidak baik menjadi lebih baik. Sedang terlalu mengejar kesempurnaan akan mengurangi syukur atas nilai kita sebagai manusia yang memang tak akan pernah bisa sempurna.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur (QS. As-Sajdah Ayat : 9)
Demikianlah tabiat manusia, memang sedikit sekali yang bersyukur. Sehingga Allah SWT mengingatkan kepada kita bahwa kelengkapan seluruh anggota tubuh kita yang Allah ciptakan hendaknya kita syukuri, sehingga kita mampu beribadah dan aktivitas. Belum lagi curahan rejeki yang begitu banyak, tapi ternyata memang sedikit sekali manusia yang mau bersyukur. Hal ini lah yang menyebabkan Allah SWT mengulang-ulang firmanNya sampai 31 kali dalam Surat Ar-Rahman, yakni: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS. Ar-Rahman Ayat : 77)
Berkaitan dengan hak itu, Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah juga menjelaskan sbb :
“Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits No. 5933)
Dalam kondisi diberikan kesehatan prima dan waktu luang yang cukup pun, ternyata kita masih saja mengeluh.
Bahkan lebih banyak mengeluh daripada syukurnya. Bukti nyata, bahwa kita madih kurang bersyukur dengan kesehatan dan waktu luang adalah tidak memanfaatkan kedua-duanya untuk istiqamah dan qana’ah melakukan amal kebaikan dengan sungguh-sungguh.
Ketidaksempurnaan pada diri kita adalah bentuk ujian dari Allah SWT, apakah kita makin dekat dengan-Nya, apakah kualitas dan kuantitas amal ibadah kita makin meningkat, apakah keimanan dan ketakwaan kita semakin baik. Serta semoga Allah SWT senantiasa mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah bersyukur atas ketidaksempurnaan yang kita miliki untuk meraih ridha-Nya
Hasbunallah wani`mal Wakil