Home / Peristiwa / Kejari Garut Diduga ‘Main Mata’, Kasus Korupsi Rp 180 Miliar Diungkit ke KPK
IMG-20250314-WA0049

Kejari Garut Diduga ‘Main Mata’, Kasus Korupsi Rp 180 Miliar Diungkit ke KPK

Tasikzone.com – diduga permainkan kasus dugaan korupsi dana Reses dan dana BOP Pimpinan DPRD Garut periode 2014-2019, Jaksa di Kabupaten Barito akan dilaporkan ke KPK.

Pelaporan ini akan disampaikan oleh
Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK). Sebab, Kepala Kejaksaan DR. Neva Sari Susansti, SH., M.Hum telah mengungkapkan bahwa menurut perhitungan kasar Kejaksaan Negeri Garut (tim penyidik) telah menemukan adanya potensi kerugian negara mencapai Rp. 1,2 Milyar.

Akan tetapi dugaan korupsi yang dilakukan anggota dewan periode tahun 2014 sampai 201 sedang diselidiki tapi tiba-tiba ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), padahal mereka melakukan dugaan korupsi dengan dasar kualitas pekerjaan tidak sesuai.

“Itu salah satu alasan yang kami jadikan acuan untuk membawa kasus ini ke KPK RI,”kata Ketua GLMPK Bakti Safaat melalui pers rilis yang diterima Wartawan tasikzone.com

Sudah jelas, statemen ini keluar langsung dari keterangan salah satu Jaksa saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Garut.

“Jaksa ini menjalaskan, bahwa sekitar tahun 2019 ada potensi kerugian Negara dari BOP sebesar Rp. 40 Miliar dan Pokir Rp. 140 Miliar,” ujar Bakti.

Saat ditanya, siapa nama Jaksa tersebut, Bakti menegaskan, Jaksa tersebut adalah CMS S.H, salah satu Jaksa pada bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Garut.

“Keterangan ini muncul dari Jaksa saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Garut dibawah sumpah,” katanya.

Selain itu, tegas Bakti, pihaknya memiliki data lain yang tentu bisa dipertanggung jawabkan. Namun pihaknya enggan membuka data tersebut. Data itu ia sebut akan menjadi bukti di KPK.

BACA JUGA   ACT-MRI Tasikmalaya Distribusikan Bantuan Pangan & Logistik Ke Taraju

“Bukti materil yang akan kami bawa ke KPK lumayan banyak. Mudah-mudahan KPK bisa menjadi Lembaga yang bisa memperbaiki kinerja aparatur penegak hukum,” jelasnya.

Lalu, apa keinginan GLMPK terus mengkritisi kinerja Kejari Garut, sampai-sampai harus dilaporkan ke Lembaga anti rasuah KPK.

Menurut Bakti, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, namun demikian banyak praktek hukum yang mereka nilai kurang menunjukan nilai-nilai fungsi hukum.

“Salah satu fungsi hukum adalah memberikan efek jera kepada pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga negara kita menganut hukum sebagai salah satu pondasi bangsa. Dan, kami menjadi saksi bahwa ada dugaan permainan hukum yang dilakukan sejumlah oknum. Kami menilai praktek-praktek seperti ini menjadi preseden buruk serta merusak fungsi hukum. Para koruptor akan merasa aman dan tidak merasakan efek jera,” katanya.

Bakti menegaskan, sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, GLMPK harus membuktikan dugaan-dugaan praktek buruk yang dilakukan sejumlah oknum dengan cara yang benar, sehingga tidak menjadi fitnah dan menjadi buah simalakama bagi dirinya dan lembaganya.

“Apa yang kami lakukan adalah upaya menegakan supremasi hukum, dengan cara yang sudah diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Kami tidak boleh menghakimi dan wajib memegang teguh asas praduga tak bersalah, sehingga untuk membuktikannya dugaan pelanggaran oleh oknum kami membawa kasus ini ke KPK,” tandasnya.

About redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *