Tasikzone.com – Bulan November tahun 2022 lalu, saat itu, Kepala Kejaksaan Negeri Garut Dr. Neva Sari Susanti menyampaikan kepada publik melalui sejumlah media, bahwa terdapat kerugian keuangan dari kasus dugaan korupsi BOP, Reses dan Pokir Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tahun Anggaran (TA) 2014-2019 sekitar Rp. 1,2 Miliar.
Bahkan, Tanggal 10 Agustus 2022, pihak Kejari Garut sempat melakukan penggeledahan di lingkungan kantor Sekretariat DPRD Garut, Jalan Patriot Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul.
Kini waktu terus berlalu, lebih dari satu tahun lamanya, apa yang disampaikan pejabat nomor satu di kejari Garut tersebut belum ada titik terangnya.
Pimpinan dilembaga hukum inipun sudah berganti. Namun, kejelasan tentang dugaan kerugian negara di tubuh DPRD Garut itu masih bias.
Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) Asep Muhidin, S.H., M.H mengaku telah melakukan telaahan terhadap penanganan dugaan korupsi di DPRD Garut dan masih dalam tahap pendalaman.
Asep Muhidin menegaskan, pada dasarnya inti dari penanganan kasus tersebut tentang bagaimana caranya aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Negeri Garut segera memberikan kepastian hukum kepada publik, khususnya warga Garut.
“Tidak ada alasan hukum apabila tim dari Kejaksaan telah melakukan penggeledahan di Gedung DPRD dan mencari bukti yang diperlukan untuk menunda penetapan tersangka kepada orang yang layak menyandangnya,” ujarnya.
Asep Muhidin menegaskan, Kejaksaan memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan penanganan perkara dugaan korupsi, yaitu Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang telah diubah oleh Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
“Disitu diatur jangka waktu penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.
Jadi, sambung Asep Muhidin, Kejaksaan jangan mundur. Karena Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendi menyebutkan, Kejaksaan Agung mengeluarkan keputusan mengenai batas waktu penanganan perkara, yakni penyelidikan ditetapkan maksimal 14 hari dan penyidikan ditetapkan maksimal Tiga Bulan.
“Hal ini untuk memberi kepastian kepada tersangka, mengeliminasi penyelewengan oleh jaksa dan mengurangi penyidikan-penyidikan yang macet,” terangnya.
Koordinator MPK menegaskan, semua pihak patut mengetahui bahwa penyelenggaraan Negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik, bukan didasarkan pada kepentingan. Maka apabila tahun ini, penanganan perkara tidak kunjung selesai, maka MPK akan mengajukan gugatan praperadian.
“Nanti bisa kita lihat bersama dalam persidangan, apa yang menjadi kendala penanganan dugaan korupsi di DPRD Garut,” tandasnya. (***)