Tasikzone.com – Kasus ditemukannya jasad seorang guru yang mengajar di SDN 2 Pajaten, Pangandaran di sekitaran jalur kereta api yang ada di Cipari-Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah terus bergulir, Kuasa hukum keluarga korban pun telah mendatangi markas besar kepolisian (Mabes Polri) meminta dilakukannya gelar perkara khusus. Senin lalu 9 Desember 2024.
Kuasa Hukum Keluarga Korban menyampaikan pihaknya secara resmi sudah memberikan jawaban terhadap surat tanggapan dari Divisi Provesi dan Pengamanan (DivProvam) Mabes Polri melalui surat nomor: B/5211-b/Xl/WAS.2.4/2024/Divpropam tanggal 22 November 2024 perihal: surat pemberitahuan perkembangan Penanganan Dumas (SP3D).
Dalam surat tersebut, terdapat rujukan surat Kepala Bagjan Pengaduan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Nomor. R/6330/Xl/WAS.2.4/2024/Divpropam, tanggal 19 November 2024 perihal pelimpahan dumas.
“Jadi dumas yang kami sampaikan telah dilimpahkan kepada Birowassidik Bareskrim Polri, sehingga kami menindaklanjutinya langsung agar segera mendapatkan tanggapan cepat, ini masalah nyawa manusia bukan perkara biasa,”kata Asep Muhidin SH.,MH.
Lanjutnya, ada fakta yang mengejutkan dalam penanganan kasus ini, Penyidik Polsek Sidareja dan Polres Cilacap telah menghentikan penyelidikan, tetapi diminta surat ketetapan penghentian penyelidikannya tidak mau memberikan, hanya tercatat pada surat pemberitahuan saja.
“Selain keanehan itu, penyidik polsek sidareja pun tidak mau melakukan Ekshumasi terhadap makam korban, kan aneh banget. Jadi kami menduga penyidik Polsek Sidareja dan Polres Cilacap menyimpan serta membungkus kejanggalan dengan sebuah sekenario alur cerita,”ucapnya
Berdasarkan logika, polisi dari polsek sidareja saat menemukan jenazah almarhum D pada Selasa, 14 Mei 2024 sekitar pukul 18.15 WIB, sudah menyampaikan statement melalui media ‘diduga pelaku mengalami tekanan psikis dan nekat mengakhiri hidup.
Di bawah jok motor juga ada sebilah pisau cuter, kemungkinan dia gunakan untuk menyayat tangan ketika di kontrakan karena ada ceceran darah.
“nah pertanyaan sederhananya kok polisi bisa tau kondisi dalam rumah kontrakan banyak berceceran darah?, padahal rumah kontrakan pada malam itu terkunci dan gelap?”tuturnya aneh.
Setelah tim kuasa hukum keluarga korban (D) melakukan pendalaman, ternyata ada yang mengatakan kalau pada malam itu rumah kontrakan almarhum D di Pangandaran didobrak bersama dengan warga, nah pertanyannya sebelah mana mereka mendobrak? Warga mana yang ikut mendobrak?.
Sementara pada tanggal 17 Mei 2024 atau sekitar tiga hari setelah kejadian, keluarga korban bersama satpam, RT, RW dan didampingi petugas kepolisian Polsek Sidamulih saat masuk ke rumah kontrakan korban di Perum Praja Graha Pajaten RT.003 RW.009 blok A No.121 Kec. Sidamulih – Pangandaran, rumah kontrakan masih utuh tidak ada bekas pembongkaran atau pendobrakan paksa sebagaimana diucapkan polisi polsek sidareja dan ada warga yang juga menyebutkan hal yang sama dengan polisi bahwa rumah kontrakan didobrak.
“Seharusnya Penyidik peka dan memeriksa orang yang menyebut dan memberikan informasi pada malam itu ditemukan banyak bercak darah di kontrakan korban, bukan mengikiuti alur ceritanya, ada apa dengan penyidik Polsek Sidareja?,” Tegasnya
“Kami akan terus memperjuangkan hak hukum keluarga korban dan keadilan bagi almarhum D. Nanti kalau sudah waktunya ini akan terbongkar, seperti kasus pembunuhan vina dan eki Cirebon yang membutuhkan waktu lama, mudah-mudahan kasus ini tidak lama,” pungkasnya (***)