Penulis : Saddam Ilham dan Azka Jovita S.A
(Mahasiswa Universitas Siliwangi fakultas ilmu sosial politik jurusan ilmu politik)
Tasikzone.com – Maraknya kampanye partai dan politisi menjelang Pemilu 2024, menjadi peristiwa yang menarik untuk diamati. metode kampanye yang berbeda-beda memiliki esensi tersendiri menyesuaikan dengan apa yang ingin di ‘Jual’ oleh partai politik maupun politisi.
Umumnya, kampanye yang dilakukan disesuaikan dengan kebudayaan, citra, tingkah laku umum masyarakat, bahkan isu-isu hangat didaerah tersebut, sebagai upaya untuk menarik perhatian serta simpati masyarakat didaerah tersebut.
Didaerah yang memiliki citra keagaaman, pasti kebanyakan aktor politiknya mengambil kampanye dengan membranding dirinya yang agamis. Didaerah yang sedang memiliki isu-isu bencana, pasti aktor politiknya membranding dirinya ‘mengawal’ isu-isu tersebut.
Di Kota Tasikmalaya yang memiliki citra ‘Kota Santri’, banyak sekali politisi yang melakukan personal branding ‘agamis’, dan memanfaatkan kegiatan keagamaan sebagai sarana dalam berkampanye.
Namun metode ini sebetulnya menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat, bahkan dikalangan politisi sendiri. Pro dan kontra yang ditimbulkan dikalangan politisi ini menjadi suatu hal yang menarik untuk diamati.
Survey dilakukan dalam bentuk wawancara terhadap beberapa politisi berbeda, mengenai cara berkampanye di Kota Tasikmalaya ‘Kota Santri’ tersebut.
Hasilnya, sebagian Narasumber berpendapat bahwa memanfaatkan kegiatan agama untuk berkampanye dinilai tidak etis. Dan kegiatan keagamaan haruslah menjadi saat untuk ibadah tanpa harus ada kampanye didalamnya.
Sementara itu, sebagian narasumber lain mengemukakan bahwa kampanye dalam kegiatan keagamaan di ‘Kota Santri’ tersebut merupakan metode paling efektif untuk menarik suara masyarakat Kota Tasikmalaya.
Banyak dari Narasumber golongan ini yang menjelaskan mengenai strategi marketingnya dengan cara mendekati tokoh-tokoh agama guna mendapatkan restu, ridho, dan dukungan dari para pemuka agama.
Sejalan dengan para aktor politik, golongan masyarakat pun memiliki dua pendapat yang bersebrangan. Ada yang menilai bahwa kampanye melalui kegiatan keagamaan membuktikan bahwa para politisi ‘sejalan’ dengan citra Kota Tasikmalaya, dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak etis.Banyaknya pro dan kontra ini merujuk pada sudut pandang pribadi masing-masing.
Meskipun begitu, diharapkan pemilu serentak 2024 bisa membawa perubahan yang signifikan terhadap dunia politik negara indonesia.