Home / Opini / Cara Allah Menetapkan Qadha-Nya yang Indah
PhotoGrid_1514220078427

Cara Allah Menetapkan Qadha-Nya yang Indah

Inilah Kisah Saya Ketika Berjuanh Setelah Lulus SMA

Genap satu tahun berlalu. Dimana satu tahun lalu, ada mimpi amat membara yang harus diwujudkan. Hanya satu yang menjadi tujuan; Universitas Gadjah Mada; di Fakultas Hukum. Tak ada yang lain lagi. Hanya itu. Tawaran berserakan, tetapi tetap teguh pada pilihan yang satu. Mengapa sekeras kepala itu? Memang apa sih yang menjadikan keukeuh pada pilihan itu?

Seperti yang kebanyakan orang tahu, bahwa UGM merupakan Universitas ternama di Indonesia, bahkan Universitas tertua yang ada di Indonesia. Dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya. Tetapi bagi saya, ada alasan lain yang menjadikan diri ini keras kepala atas hal itu, sama sekali tidak mengutamakan ke-namaan yang melekat pada UGM. Sebab, bagi saya ada sesuatu yang tak banyak orang tahu. Tentang saya, Jogja, dan UGM.

Baiklah, akan saya ceritakan sedikit;

Sulit bagi saya untuk tidak menyertakan Jogja sebagai sebuah peristiwa pendewasaan. Saya jatuh cinta pada kota ini, sebab pada beberapa derajat, ia jauh lebih mendewasakan, dan membuat saya menjadi manusia lebih dari yang dapat dilakukan bapak dan sekolah kepada saya.

Mungkin Jogja adalah ibu saya yang lain. Berkali-kali dibuat jatuh cinta, dibuat marah, dibuat patah hati, berkali-kali juga saya dibuat tak berdaya dan bersimpuh diam ketika dunia sudah kepalang kurang ajar.

Di Jogja saya menemukan terlalu banyak alasan untuk menjadi sebenar-benarnya manusia. Tentang bagaimana kota ini memejalkan keinginan membaca saya pada titik paling tinggi, juga tentang bagaimana di kota ini saya menemukan manusia-manusia getir yang begitu optimis menjalani hidup. Lebih dari itu, kota ini adalah tempat dimana setiap kenangan bermuara, dimana setiap sudutnya selalu romantis merayu saya untuk selalu jatuh cinta.

Tidak hanya menawarkan hal-hal indah saja, tentu pasti ada banyak hal sentimentil yang bisa kita temui di Jogja. Namun terlepas dari itu, kacamata saya lebih banyak melihat Istimewa-nya kota ini. Selain angkringan, ada slogan yang kerap kita dengar; Jogja berhati mantan.

Ada banyak alasan mengapa mereka yang pernah atau tinggal di Jogja sulit beralih atau bahkan melupakan kota ini. Jogja terlalu banyak memiliki sudut-sudut melankolis yang menjadi kediaman kisah cinta, kisah si seniman yang menemukan dunia asalnya disini. Ini saintifik, ilmiah.

Jika tak percaya, coba rasakan sendiri. Jangan bertanya pada siapapun. Tetapi rasakan sendiri. Setelah itu pasti akan menemukan bahwa tiap sudut kota meninggalkan residu perasaan yang jauh lebih menggigit daripada gigitan hewan rabies sekalipun.

Pernahkah merasakan nikmatnya memandang senja yang beranjak rubuh diatap sebuah rumah? Memandang senja turun seraya menikmati sejuk sore di Alun Kidul? Menyaksikan riuh gemuruh suatu sore di Malioboro? Memandang mentari terbit menguning di statsiun Lempuyangan? Menikmati angkringan di titik 0 KM? Berbincang bersama orang-orang yang tersenyum ramah kemudian menceritakan getirnya hidup, tidak memandang baik buruknya seorang manusia, tak memandang darimana asal seseorang. Lebih dari itu, banyak sekali yang bisa ditemui disini.

Ah, itulah cerita saya. Cukup sampai itu saja, sebab tidak kuat. Tidak kuat dengan rindu yang sudah mendobrak habis untuk saya kembali.

Lupakan sejenak tentang cerita itu. Dan…

 

Jalur SNMPTN, SBMPTN, UTUL UGM, semuanya telah saya lewati untuk dapat berhasil diterima di UGM. Tempat ujian hingga Jogja-pun saya tempuh. Setidaknya saat berada di Jogja saya bisa bertukar rindu untuk kemudian menyambung rindu kembali dengan kota Istimewa itu. Setiap langkah doa mengiringi; Jangan khawatir, saya akan kembali lagi kesini, Jogja. Entah itu untuk mencari ilmu atau tinggal lebih lama. Entah saat sendiri atau telah berkeluarga kelak. Ucap saya dalam hati.

Seperti tanaman yang dipaksa mati oleh badai yang seketika datang dalam sekejap. Dibuat terdiam seketika. Lemas membaluri seluruh tubuh. Tak menangis. Tetapi sesak berkecambuk yang tak bisa tertahankan, begitu kuat menyeruak. Apa ini mimpi?

Dari segala jalan yang telah terlewati, tak ada satupun yang berhasil. Satu persatu mengatakan “Maaf”. Lebih hancur lagi, nilai yang saya dapatkan Passing Gradenya ialah 30% dan itu kurang 6% lagi untuk mencapai FH UGM. Sedikit lagi, tapi gagal ya tetap gagal.

Kini, jalan saya telah tertutup tahun ini. Baiklah, mungkin saya tidak pantas. Saya amat bodoh. Ucap saya ketika itu. Tetapi… Tunggu dulu. Sadarlah! Bukakan mata dan hatimu. Jauhkan obsesi duniawi itu. Sungguh itu bukan yang menjadikan kita selamat di akhirat! Malaikat di alam barzah (Kubur) takkan bertanya kita kuliah dimana dan jurusan apa. Prestasi dunia dan akhirat itu berbeda. Yang akan ditanyai bagaimana prosesnya, apa saja yang kita lakulan didalamnya. Bermanfaat atau tidak. Memadharatkan atau tidak. Dan menyelamatkan kita dunia akhirat ataukah tidak? Subhanallah.

BACA JUGA   Pilkada Tasikmalaya Bukan Pilkada Biasa

Hal yang membuat saya menangis tersedu sedan; saya lupa, ada Qadha dan Qadar-Nya Allah. Saya lupa, segala sesuatu telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Mata dibuat buta dengan segala ambisi yang membara. Hati seolah mati dengan ke-keras-kepalaan. Subhanallah! Maafkan saya, Yaa Allah.

Takdir Allah memang amatlah luar biasa. Janji Allah adalah pasti. Qadha-Nya selalu terbaik. Ternyata, jodoh saya untuk menuntut ilmu masih ada di Jawa Barat, mungkin juga jodoh hidup saya ada di Jawa Barat, masih dengan akang akang sunda bukan mas mas Jogja. Ya.

Sempat terlintas akan berhenti satu tahun. Dan berniat akan mencoba lagi ditahun berikutnya. Tetapi, saya berfikir panjang lagi. Setahun itu dihabiskan belajar hanya demi berhasil masuk ke sana? Dangkal sekali. Bukan saya menyerah, tetapi saya lebih berfikir tentang usia. Saya harus berhasil di usia yang amat muda. Harus mampu lulus di usia 21 tahun. Bahkan kalau bisa 3,5 tahun saya sudah lulus S1. Jangan menunda. Jalan sukses telah Allah sediakan. Bissmillah..

Biidznillah.. Saya-pun akhirnya memilih Universitas Galuh. Dengan mengambil Program study konsisten sejak dahulu; Ilmu Hukum. Mengapa? Opini saya, sebab Ilmu Hukum hanya akan bisa kita ketahui, kita kuasai oleh orang Hukum saja. Maksudnya, Ilmu lain bisa orang Hukum cari dan di akses dimana saja, sedang Hukum perlu kekhususan dan tidak bisa orang lain tahu sebelum ia masuk ke dunia Hukum. Dan saya rasa Ilmu Hukum itu sudah satu paket. Serta prospek pekerjaan yang amat luas sekali; Lawyers? Jaksa? Hakim? Notaris? Pakar hukum di perusahaan, bank, atau lainnya. Tempat kerja di Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Negara, Kejaksaan, Kepolisian, Perusahaan, Pemerintahan, BUMN dll. Alasan khususnya, anak kecil ini sangat ingin berkontribusi dibidang Hukum. Yang membuat semangat membara itu mengenai pelik Hukum yang tak bisa lepas dari masyarakat seolah tiap waktu selalu ada kasus-kasus yang berdatangan. Memang benar ada adigium Ibi Ius Ibi Societas. Dimana ada masyarakat disitu ada hukum.

Jauh dari itu semua. Disini, tidak hanya saya dekat dengan apa yang saya impikan. Tetapi saya lebih dekat dengan keluarga, dan saya jauh lebih dekat dengan Allah. Saya-pun tidak hanya mendapatkan Ilmu dunia saja, tetapi Ilmu akhirat saya dapatkan lebih dalam disini.

Yang istikharah memang tidak akan pernah kecewa; baik bagi saya, baik bagi agama saya, baik bagi dunia dan akhirat saya. Insyaa Allah.

Disamping itu, pintu rezeki Allah bukakan disini. Saya diberikan kesempatan oleh Allah untuk menghasilkan apa yang ada dalam imajinasi kreatif saya. Menulis sebuah buku; Hijrah Cinta, dan memproduksi sendiri pakaian muslimah. Kemudian dipercaya mengabdikan diri di salah satu Pesantren, hanya mengajar ekstrakulikuler saja. Tetapi saya juga berkesempatan belajar banyak disana. Alhamdulillah. Diusia yang terbilang masih anak kemarin sore, tetapi saya mengupayakan supaya diri menjadi manfaat. Supaya diri dapat menghasilkan. Menggembleng diri untuk lebih jauh lagi pemahamannya dari usia saya sesungguhnya.

Saya duduk di bangku perkuliahan usia 17 tahun. Anak 17 tahun yang banyak mimpi. Dan semangat belajarnya yang membuncah. Hingga saat ini.

Dan harus saya pahami, bahwa saya ini bukanlah apa-apa. Hanya seonggok daging penuh dosa yang berharap Allah lindungi. Tak ada yang patut dibanggakan. Diatas langit masih ada langit.

Calon mayat yang berharap selamat dunia hingga akhiratnya.Yang menjadi ambisi kini; ketika kita melihat ada yang mengungguli dalam urusan dunia, maka berusaha keraslah ungguli dalam urusan akhirat. Berusaha senantiasa bersikap zuhud dan menjauhkan diri dari penyakit wahan.

Begitulah kira-kira cerita singkatnya. Jangan menutup mata dan hati kita. Setiap apapun yang terjadi dalam hidup, selalu ada hikmah yang Allah selipkan didalamnya.

Ingatlah…

 

Tak ada yang lebih baik, dan tak ada yang lebih buruk. Segala sesuatu kembali pada diri kita sendiri. Dan Qadha-Nya Allah. Percayalah Janji Allah adalah pasti. Berbanggalah berbahagialah, dimanapun itu, asalkan tidak malah membuat kita lalai dengan akhirat, dan tidak membuat kita jauh dari Allah. Jalanilah dengan Lillah. Dan semata untuk mencari keridhaan Allah.

Untuk yang akan berjuang, atau yang sedang berjuang. Semangat, perjuangkan itu. Dan bertawakkal penuh pada Allah. Dan Istikharah-lah. Libatkan Allah dalam segala hal. Jangan hanya berambisi pada prestasi dunia saja, tetapi akhiratmu juga harus jadi bahan pertimbangan terbesar.

Alhamdulillahiladzi bini’matihi tatimmus shalihat..

Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

 

(Akhukum fillah, Yessi Yastika soon to be SH)

Soon to be Zaujah, soon to be Ummu, soon to be Almarhumah.

Jazakumullah Khayr.

 

Penulis : Yessi Yastika

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *