Tasikzone.com – Permasalahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soekardjo itu seperti piramida (gunung es). Jadi kesalahan kepala itu akan merusak sampai kaki dan akhirnya stroke.
Demikian dikatakan Bagian Hukum Warkop Tasikmalaya, Dani Safari Effendi, SH seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Bersama Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya, Direktur RSUD dr. Soekaradjo dan instansi lainnya, Kamis (31/3/2022).
Dani menjelaskan, seharusnya RSUD bisa membangun dan mengikuti regulasi aturan secara etis, seperti Perwalkot dan yang lain. Dari tiga belas tuntutan yang disampaikaan, ada temuan surat kuasa yang seolah-olah direktur tidak punya kebijakan untuk melakukan aksi yang tertulis. Sehingga dia wakafkan melalui surat kuasa kepada pengacara.
“Seolah-olah kebijakan Direktur RSUD itu lemah dan dia wakafkan, dia wariskan, dia hibahkan kepada pengacara, disana tertuang untuk perkara ini. Maka, bila tidak segera diberikan masukan ke RSUD, maka RSUD akan bangkrut. Kaarena aturannya dilanggar semua”ujarnya kepada wartawan.
Dani sependapat dengan Inspektorat yang menyampaikan bahwa RSUD keliru dalam hal kewenangan. Menurut dia, disana ada kerugian negara. Ketika Direktur RSUD melakukan kerja sama, terang Dani, harus memiliki payung hukum yang jelas. Sementara seluruh payung hukum baru di lihat tadi saat waktu rapat, seperti Perwalkot tahun 2010, Perwalkot tahun 2011 dari dewan pengawas.
Hari ini Direktur RSUD, meunurut Dani, sudah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan. Seharusnya Direktur RSUD, karena dia adalah bagian dari pemerintah kota harus bertanya kepada bagian hukum atau kepada Inspektorat untuk konsultasi.
“Tidak ujug-ujug dia buat karena hanya ketidakmengertian. Karena jabatannya seorang Direktur, maka fungsi utama yaitu konsultasi kepada pimpinannya. Karena dia diangkat dan di beri SK oleh Walikota”tegasnya.
Apabila Walikota Tasikmalaya tidak bisa berkonsultasi dengan bawahannya atas dasar RSUD, kata Dani, maka RSUD sudah membangkang. Karena seorang Direktur tidak berkonsultasi kepada pimpinan dengan membuat Kerjasama yang melanggar aturan.
“Tadi Dirut RSUD mengatakan begini, bahwa itu sudah ada tahun 2018 dilanjutkan sampai tahun 2022 perpanjangan kontrak dengan saya sebut pihak ketiga lah (pengacara). Apakah itu berdasarkan seleksi, atau berdasarkan open pengacara dibuka secara public atau ditunjuk karena tahu file RSUD. Ini jadi bahan jabatan gratifikasi, maksudnya disuguhkan karena tahu file jadi udah aja ditunjuk”terang Dani.
Dani berharap, Dirut RSUD bisa mencabut hak kuasa yang telah diberikan kepada pengacara yang telah ditunjuk. Karena, dia beralasan, pengacara yang ditunjuk oleh RSUD baru dilantik dan diambil sumpah pengacara padad tahun 2021.
“Berarti beberapa tahun kebelakang itu belum dikukuhkan sebagai pengacara, jadi belum sah. Maksud saya, saya tidak subjektif kepada masalah itu, tapi rubah seluruh tatanan yang dibangun. Intinya begini, bila Dirut tidak mau menjalankan perintah negara, maka dia harus mengundurkan diri”ucapnya.
Dani juga akan melaporkan Direktur RSUD, karena dalam hal ini ada penyalahgunaan wewenang. Menurut dia, itu sudah termasuk kepada kategori administrasi yang berarti melanggar disiplin pegawai negeri dan masuk ke Inspektorat sesuai dengan PP 30 atau Undang-undang nomor 5 tahun 2014.
“Atau setidaknya kita akan mengajukan secara pidana khusus, karena ada perbuatan melawan hukum yang disana adalah penyalahgunaan wewenang. Dia tanpa konsultasi terlebih dahulu kepada pihak-pihak terkait yang ada di dalam pemerintah, sementara dia sudah mengatasnamakan pemerintah kota dengan stample RSUD dan menggunakan anggaran 200 juta. Itu yang paling fatal”tegasnya.
Padahal, kata Dani, seharusnya Dirut RSUD bisa memanfaatkan Sub Bagian Hukum yang ada di rumah sakit, atau bisa juga ke pemerintah kota sebagai mitra kerja bagian hukum dan bisa juga setidaknya ke Inspektorat untuk meluruskan hal-hal yang tidak dimengerti oleh Direktur.
“Bukan hanya karena dia mengakui saya tidak paham, bentuk tidak paham dalam pikiran saya itu seperti keledai. Karena dia sudah 10 tahun disana sebagai pelayan, tapi pelayanan ancur. Kan gitu.”katanya.
“Jadi yang kita akan laporkan adalah Direktur Utama, ada yang secara perbatim saya dapat kutip dari surat kuasa itu, misalkan, suarat kuasanya ada, stamplenya ada, uangnya juga ada. Tapi tidak melakukan seperti tatanan naskah permendagri atau perwalkot yang tadi disampaikan dewan pengawas.”pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur RSUD dr. Soekardjo, dr. Budi Tirmadi mengatakan, dengan legowo pihaknya menerima saran yang disampaikan oleh Warkop.
“Intinya temen-temen Warkop ingin adanya perbaikan di rumah sakit”katanya.
Untuk persoalan kuasa hukum, Budi mengakui secara legal formal ada kekeliruan. Maka dia akan berkonsultasi lebih lanjut ke bagian yang lebih paham. Dia menegaskan, kalau memang hal itu melanggar aturan, pihaknya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
“Kalau memang itu ada cacat hukum, kalau misalkan itu harus di putus, ya kita putus. Tapi saya juga harus konsultasi dulu kan dengan bagian yang lebih paham”ucapnya.
Dalam hal ini, Budi pun akan koperatif serta akan menempuh semua proses yang harus dia lakukan demi perbaikan di tubuh rumah sakit.
“Iya saya terima sebagai masukan”katanya.
Sementara, Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya, Dede Muharam menuturkan, yang menjadi permasalahan krusial terkait payung hukum tentang pengangkatan kuasa hukum RSUD.
“Nanti itu tinggal dikaji aja oleh Kabag hukum dan RSUD. Kalau memang itu dinyatakan secara legalitas formal tidak memadai itu dikembalikan kembali kepada pihak rumah sakit”tuturnya.
Secara hirarki, kata Dede, RSUD itu sebagai UPTD masih termasuk kedalam bagaian Pemerintah Kota Tasikmalaya yang didalamnya ada Kepala Bagian Hukum juga di rumah sakit ada Kasubag Hukum.
Maka menurut hemat dia, urgensi kuasa hukum di rumah sakit seharusnya mana kala jika diperlukan saja (bersifat tentatif). Namun yang terjadi di rumah sakit, dari tahun 2018 sudah menjalin kerjasama dan di tahun 2021 diperpanjang lagi oleh dr. Budi selaku Dirut.
“Ini kan dari 2018 berarti kan lima tahun dan tadi terkoreksi kata Pak Budi di 200 juta pertahun alokasi jasa untuk itu. Artinya, kan yang namanya kuasa hukum biasanya bersifat tentatif, ketika ada persoalan baru dipanggil.”paparnya.
“Tetapi ini bersifat continue, jadi termasuk pengadaan rutin masuknya. Makanya tadi kita panggil beberapa SKPD agar ini dievaluasi termasuk inspektorat, jangan-jangan ini kerugian negara. Jangan sampai menjadi korban semua”tandasnya. (Malby)